Pages

Senin, 28 Februari 2011

Dibalik ke-negatif-an Ganja

Tidak terlintas sedikitpun pikiran tentang bagaimana kalau seandainya ganja di Indonesia dilegalkan. Wow…jangan sekali-kali kita berfikir tentang hal itu. Orang Indonesia, baik pemimpin maupun rakyatnya sudah dibikin mabuk dengan permasalahan-permasalahan yang ada…dan jangan sampai dibikin tambah mabuk lagi oleh yang namanya ganja…Oke…sekarang lupakan dulu Indonesia, dan sekarang waktunya kita lihat “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Ganja di Belanda?”
Sedikit Informasi Tentang Ganja
Ganja merupakan tanaman semusim yang mudah tumbuh tanpa memerlukan pemeliharaan istimewa. Tanaman ini tumbuh pada daerah beriklim sedang. Pohonnya cukup rimbun dan tumbuh subur di daerah tropis. Ganja dapat tumbuh secara liar di semak belukar. Salah satu ciri utamanya adalah daunnya berbentuk runcing dan berjari-jari ganjil (5, 7 atau 9). Nama samaran ganja banyak sekali, misalnya indian hemp, rumput, barang, daun hijau, bangli, bunga, ikat, labang, jayus, jum, grass, pot, reefer. Anak-anak ibukota menyebutnya gele ( gelek ) atau cimeng. Di kalangan pecandu disebut grass, marihuana, Mary Jane atau MJ, has atau hashish.

Sejauh ini opini tentang ganja selalu ditabukan dalam sistem hukum kita. Banyak kalangan menutup mata terhadap banyaknya manfaat ganja untuk berbagai bidang. Kepala Bidang Riset Indonesian National Institute on Drug Abuse (Inida), Tomi Hardjatno mengatakan, ganja selama ini lekat dengan nilai negatif karena tidak ada upaya untuk mengembangkan ke arah positif. Selama ini, sesuai dengan kriminalisasi penggunanya, ganja berkonotasi buruk. Menurut Tomi, ganja harus dilihat secara proporsional, jangan langsung dibasmi. Harus kita lihat apakah ganja seburuk yang digambarkan. Secara umum ganja tidak menimbulkan ketagihan (withdrawal) seperti halnya morfin. Bila seorang pecandu morfin memutuskan untuk berhenti, dia akan merasakan rasa sakit di tubuh, lazim disebut sakaw. Dari studi literatur, jelas Tomi, ganja hampir sama dengan rokok. Ganja tidak pernah menimbulkan overdosis dan tidak menimbulkan sifat agresif, namun hal ini tentunya harus diteliti lebih lanjut.

Di luar negeri penggunaan ganja ternyata dibedakan, yaitu penggunaan untuk industri dan untuk penggunaan terlarang. Ganja untuk pengunaan terlarang dikenal sebagai cannabis, sedangkan untuk penggunaan industri dikenal dengan istilah hemp. Sementara di Indonesia tidak mengenal perbedaan ini. Hal ini seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997. Di situ disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika. Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang adalah karena zat THC. Zat ini bisa mengakibatkan pengguna menjadi “mabuk” sesaat jika salah digunakan. Sebenarnya zat THC dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya jika ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar.

Manfaat dari daun ganja adalah dapat dibuat sayur, sedangkan batangnya bisa dijadikan serat tali, dan manfaat lainnya adalah beberapa hal untuk menyebut ganja sesungguhnya memiliki sisi positif. Dalam undang-undang selama ini ganja masuk ke dalam psikotropika golongan satu dengan ancaman hukuman bisa berupa pidana mati. Padahal kalau dikaji lebih seksama lagi, diyakini akan lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.
Materi yang disampaikan Darni (tentang sisi positif tanaman ganja, red) merupakan hasil kajian ilmiah yang dikumpulkan Prof. Dr. Syamsul Rizal, M.Sc. (Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah). Berdasarkan hasil kajian ilmiah tersebut, ternyata tanaman ganja mempunyai nilai positif, tentunya apabila tanaman tersebut dimanfaatkan secara benar. Apabila dipergunakan secara salah akan merusak generasi muda, karena menjadi bahan baku narkoba.
Adapun sisi positif yang dihasilkan ganja tersebut, akan bisa dijadikan berbagai bahan untuk industri. Sebab batang tanaman ganja ternyata memiliki serat yang cukup bagus untuk bahan baku kertas. Bahkan bahan baku kertas satu hektar tanaman ganja setara dengan 4,1 hektar kayu. Perbandingan ini dalam usia yang sama antara pohon kayu dengan tanaman ganja. Hal ini tentunya dapat mengatasi masalah penebangan pohon liar yang marak terjadi saat ini dimana pohon–pohon tersebut salah satunya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas, sehingga penggundulan hutan dapat teratasi, dan bencana banjir dan tanah longsor yang kerap terjadi dimusim penghujan dapat teratasi.

Disamping untuk bahan baku kertas ternyata tanaman ganja berdasarkan hasil penelitian ilmiah juga sangat cocok untuk bahan baku tekstil. Pakaian yang dihasilkan dari serat batang ganja dapat menyerap 95 persen radiasi sinar ultraviolet sehingga lebih dingin dipakai, dan ini sangat cocok untuk iklim tropis di Aceh dan Indonesia. Pakaian dari serat tanaman ganja sudah ada yang diproduksi di Hawaii dalam jumlah terbatas, kualitasnya juga bagus.

Selain ganja dapat digunakan untuk bahan kertas dan tekstil, ganja juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber metanol karena memiliki kandungan methanol yang cukup tinggi. Untuk satu hektar tanaman ganja akan mampu menghasilkan 1.000 galon methanol. Bahkan perusahaan mobil Henry Ford‘s di Amerika sudah melakukan uji coba dengan menggunakan minyak ganja untuk bahan bakar mobilnya. Dalam hal ini, ganja (bunga dan bijinya) diolah menjadi bahan bakar minyak untuk mobil kelas atas dan dapat menjadi salah satu alternatif sumber energi masa depan.

Di dalam tanaman ganja, terdapat suatu zat yang disebut Tetrahydrocannabinol (THC) yang memiliki efek analgesik. Selain itu juga senyawa THC ini, dapat melawan penyakit pembuluh darah atherosclerosis pada tikus. Atherosclerosis muncul bila adanya masalah pada pembuluh darah (misalnya akibat nikotin pada rokok) menyebabkan munculnya reaksi kekebalan dari tubuh yang memicu penimbunan lemak di pembuluh arteri. Secara medis, ganja banyak digunakan untuk mengobati glaucoma, dan terbukti efektif untuk mengobati depresi, hilangnya nafsu makan, tekanan darah tinggi, kecemasan, migraine, dan berbagai problem menstruasi. Demikian tulis William Glenn Steiner dalam Encyclopaedia Britannica, Edisi 2007.

Hasil penelitian ilmiah Anwar Wardy W, M Nasir Rafiq, dan Wiranda G Pialang ( 2006 ) mengatakan bahwa daun dan bunga ganja juga dapat diolah menjadi vaksin atau obat. Sedangkan bijinya akan bisa dijadikan edible oil, tepung pangan, dan pakan. Namun semua ini tetap harus dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga nantinya tidak akan salah kaprah, terutama untuk obat dan vaksin. Penelitian mutakhir tentang ganja menghasilkan kesimpulan, dari batang dan akarnya dapat diperoleh serat yang kuat, daunnya dapat digunakan untuk membuat obat, sementara dari bunga dan bijinya dapat diperoleh bahan bakar minyak (BBM) untuk mobil kelas atas.
Serat ganja, baik yang halus maupun kasar semua dapat dimanfaatkan. Dari serat yang halus dapat dibuat kain yang sangat halus, sementara yang kasar digunakan untuk membuat tali dan pakaian yang sangat kuat untuk kepentingan pakaian nelayan maupun buruh pabrik, juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk campuran komponen material yang membutuhkan serat. Hal ini berarti dapat menjadi alternatif lain disamping fiberglass. Serat yang dihasilkan dari tumbuhan ganja ini yg disebut dengan hemp, merupakan bahan baku yang sangat berguna dan sangat bersahabat dengan lingkungan serta kelak akan menggantikan bahan baku petrolium. Penggunaan hemp sebagai bahan baku meliputi produksi keperluan barang sehari-hari seperti kertas, tekstil, bio-plastik, bahan bakar, tali tambang, dan berbagai makanan bergizi tinggi. Proses pembuatan kertas dari bahan baku hemp juga jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan yang dibuat dari tumbuhan-tumbuhan lain (contoh: kayu pinus) karena tidak diperlukann pemutih (bleaching) dan bahan-bahan beracun lainnya seperti halnya pada proses pembuatan kertas yang dihasilkan dari kayu pinus. Melihat besarnya manfaat tersebut ada kemungkinan bahwa ganja dapat dilegalkan.
Namun disisi lain, ganja memiliki sisi negatif. Bila ganja dilegalkan itu berarti barang haram tersebut mudah untuk didapatkan karena boleh dan mudah ditanam di sembarang tempat. Efek dominan yang akan terjadi adalah konsumsi ganja meningkat tajam bahkan tanpa kendali. Mereka yang mengkonsumsi ganja akan memperlihatkan perubahan mental dan perilaku abnormal berupa halusinasi, disorientasi ruang dan waktu, apatis, dan perilaku maladaptif lainnya. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang menimbulkannya. Misalnya seseorang mendengar suara-suara padahal sebenarnya suara itu tidak ada, atau melihat pemandangan yang aneh-aneh padahal pemandangan itu tidak ada. Disorientasi waktu terjadi dalam bentuk pemakai mengalami kesalahan dalam mempersepsi waktu. Pemakai tidak bisa membedakan sebentar maupun lama. Sepuluh menit bisa dirasakan sebagai satu jam lamanya ataupun sebaliknya. Yang lebih berbahaya adalah disorientasi ruang. Pemakai tidak bisa membedakan jauh dan dekat. Kereta api yang sudah jelas-jelas di depan mata bisa dianggapnya masih jauh, sementara lantai parkir yang berada lima tingkat di bawah, dianggapnya di depan mata. Dampak lain adalah sikap apatis, yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli terhadap tugas atau fungsinya sebagai makhluk sosial; seringkali lebih senang menyendiri dan melamun, tidak ada kemauan atau inisiatif dan hilangnya dorongan kehendak. Perilaku maladaptif artinya yang bersangkutan tidak lagi mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan sekeliling secara wajar. Misalnya yang bersangkutan memperlihatakan ketakutan, kecurigaan (paraoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Perilaku maladaptif ini sering meninbulkan konflik, pertengkaran, tindak kekerasan dan perilaku antisosial lainnya terhadap orang-orang di sekelilingnya.
Dengan kata lain, ganja menghancurkan ekonomi pemakainya, menggerogoti kesehatan secara perlahan tapi pasti, menjadikan pemakainya kehilangan banyak waktu berharga yang mestinya harus diisi secara produktif, mengalami kesulitan dalam relasi sosial, dan yang tak kalah fatalnya bisa memahami kecelakaan tragis yang sia-sia.

Manfaat budidaya ganja cukup jelas, sementara risikonya juga sangat nyata. Oleh karena ada beberapa pertimbangan yang bisa dijadikan acuan antara lain, mana yang lebih besar, manfaat atau mudaratnya. Kedua, bagaimana jika dilegalkan secara terbatas. Dari segi manfaat ganja bermanfaat secara ekonomis dan medis. Secara ekonomis serat dan minyaknya bisa mendatangkan devisa besar jika diekspor, sementara secara medis ganja bisa menjadi bahan dasar obat. Sedangkan mudaratnya adalah ganja dapat menghancurkan tidak hanya individu tapi juga masyarakat bahkan negara. Maka jika dipertimbangkan jauh lebih besar mudaratnya dibandingkan manfaatnya yang dirasakan dari ganja, sehingga memacu kita untuk bertindak untuk tetap mempertahankan sikap kontra bila ada ide legalitas dari peredaran ganja.

0 komentar:

Posting Komentar